Oleh: Andri Maijar

Dinginya malam di Kota Padangpanjang dan lebatnya hujan, tidak menyurutkan antusias penonton untuk menyaksikan pertunjukan Ujian Terbuka Progran Doktoral mahasiswa Pascasarjana ISI Surakarta di Gedung Pertunjukan ISI Padangpanjang, senin (10/07/17) Pertunjukan yang mengambil idiom “Balam” sebagai sumber penciptaan ini ditampilkan secara apik dan terstruktur dengan baik.

Pertunjukan yang di awali oleh bunyi gemercing dari kaki beberapa orang penari yang hadir belakang bangku penonton dan sayap panggung penonton memberikan kejutan tersendiri. Di bagian ini, penonton digiring untuk fokus, para pemain yang menarikan berbagai pola gerak tersebut menjadi point interest yang kemudian menuntun penonton kedalam panggung.

Dalam bagian yang lain, penonton dihadirkan dengan adegan beberapa orang pria sedang mendorong wanita dia tas sebiah gerobak dari sayap kanan dan kiri panggung, pada bagian ini, rafiloza mencoba menyimbolkan sebuah romantisme antara pria dan wanita yang kemudian saling bersahutan dan diringi dengan alunan musik.

Dalam pertunjukan “Galuik Balam” ini, obyek balam sebagai metafora kehidupan yang penuh cinta kasih. Kehidupan balam yang rukun dengan pasangan ini kemudian di interpretasikan kedalam alunan musik dan koreografi oleh Rafiloza sebagai pengkaraya dan mahasiswa teruji.

Bunyi balam yang saling bersahutan kemudian di ekspresikani dengan berbagai alunan musik yang saling bersahutan. Baik itu musik bernada dan musik tak bernada. Selain alat musik konvesional, dosen ISI Padangpanjang ini juga mencoba menciptakan alat musik yang terbuat dari bambu sebagai sumber ritme bunyi balam. musik-musik tersebut kemudian saling bersahutan layaknya burung balam yang bertemu dengan pasangannya.

Cinta kasih balam yang di eksplorasi oleh Rafiloza ini menggunankan metoda interteks yakni penggabungan berbagai teks lain yang kemudian diramu menjadi suatu pertunjukan yang baru.  Alunan Rabab sebagai ciri khas negeri pesisir juga dimasukan sebagai penyampain pesan melalui dendang yang langsung dimaikan oleh komposer.

Rafiloza sang Komposer mengatakan bahwa Konsep anak balam sebagai ekspresi musikal yang juga dimaknai sebagai ekspresi ritual. Namun pada karya ini, dendang Anak balam dipinjam jadi media ekspresi, karena  memiliki ekspresi yang  unik dalam ekspresi musikal.

“Galuik Balam  dalam konteks penciptaan ini, estetika yang melekat dalam realitas (kenyataan), dendang Balam-balam, ritual Anak balam menjadi materi dalam proses kreatif penciptaan karya “Galuik Balam”. Kedua materi tersebut dijadikan sasaran kreatif secara audio-visual.  Hal ini merupakan realitas estetis yang secara empiris dapat berfungsi menjadi objek hayatan. Satu keyakinan yang sangat penting dalam penciptaan ini adalah objek hayatan dapat menjadi materi dalam mewujudkan suatu karya seni”. Paparnya.

Orientasi kreatif dalam mencipta karya  Galuik Balam adalah memnciptakan bentuk-bentuk musik baru, mengunakan unsur bunyi dalam kandungan suara burung balam. Mengolah suara burung balam melalui nyanyian anak balam dengan berbagai karakter suara, baik yang berasal dari suara perut, kerongkongan dan mulut. Selanjutnya, tentu membangun kesadaran estetis, bunyi-bunyian yang bersumber dari alam dapat dijadikan sumber penciptaan musik

Rafiloza merupakan doktor penciptaan seni musik nusantara yang ke-2 di ISI Padangpanjang, Pertunjukan ini didukung oleh 109 penggiat seni dan akademisi baik sebagai  tim Artistik maupun tim produksi. Dalam proses ujian meraih doktornya, Dr. Rafiloza dibimbing oleh Promotor Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S.Kar., M.Si, Co Promotor I Dr. Bambang Sunarto, S.Sen., M.Sn dan Co Promotor II Ediwar, M.Hum., Phd. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *