Jangan pandang sebelah mata mereka yang menimba ilmu di Dusun Toro Jaya. Walaupun berada di tanah terlarang, namun tak menyurutkan semangat para generasi penerus ini untuk belajar. Berteduh dalam ruangan yang berdinding papan, dibangun tanpa campur tangan pemerintah, tapi tak kalah dalam prestasi.
Waktu menunjukkan pukul 09.30 WIB. Rabu (26/1/2018) pagi itu, matahari bersinar cukup cerah di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bungo, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan. Namun cahayanya tak menyengat. Membuat para siswa nyaman bermain di lapangan sekolah mereka.
Mengenakan seragam baju batik, dengan bawahannya berwarna merah, puluhan siswa kelas jauh Sekolah Dasar Negeri (SDN) 003 Desa Lubuk Kembang Bungo, berlarian kesana-kemari. Derai tawa lepas dari mulut mereka di atas tanah kuning yang cukup luas itu.
Lonceng pun berbunyi. Tanda habisnya waktu istirahat. Serentak, para siswa masuk ke kelas. Selayang pandang, ruangan tempat mereka belajar, bak gubuk saja. Dindingnya dari papan. Kayunya masih alami. Dinding luar, tak pernah dicat. Berwarna coklat tua yang sudah mulai kusam. Tak ada jendela di sisi kiri dan kanannya. Hanya ada ventilasi di bagian atas dinding, tempat sirkulasi udara.
Lantainya dari semen coran. Itupun sudah berlubang-lubang. Tak ada loteng. Bagian atas ruangan tempat mereka menimba ilmu, hanya berbatas atap seng. Panas memang. Tapi para siswa ini tak menghiraukannya. Barangkali, mereka sudah terbiasa dengan ini.
Mereka tampak serius mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh guru. Tiga siswa duduk berderet di belakang satu meja, membuat bahu mereka bersentuhan. Tak ada risih sedikit pun terlihat dari mereka, walaupun duduk berdempet-dempetan. Ruangan seluas 6×4 meter, diisi oleh 35 siswa. Sempit dan padat.
“Beginilah tempat anak-anak belajar,” kata Sindy Kusumawardhani, S.sos, salah seorang guru yang mengajar di sekolah itu, saat menghampiri kami (tim liputan Riau Pos). Wanita 30 tahun ini, juga dipercaya sebagai koordinator di kelas jauh SDN 003 Desa Lubuk Kembang Bungo.
Sindy menunjukkan semua ruang kelas yang ada. Selain tiga kelas semi permanen, ternyata ada enam kelas lagi yang dibangun dengan permanen. Semuanya, didirikan dengan swadaya. Sumbangan dari masyarakat, orang tua murid, dan tokoh di dusun itu. Dikerjakan dengan gotong royong. Tak ada yang dari pemerintah.
“Karena ini masuk dalam TNTN, makanya tak bisa pakai dana pemerintah. Palingan bantuan dari pemerintah hanya untuk operasional. Seperti dana bantuan operasional siswa (BOS),” kata Sindy. Pakaian dan buku siswa, juga pernah dibantu oleh Pemkab Pelalawan.
Satu ruangan kelas di antaranya kata Sindy, digunakan sebagai ruangan kantor guru. Sisanya dijadikan ruangan belajar. “Pustaka kita belum ada. Sebenarnya ini memang dibutuhkan sekali oleh murid. Kalau ruang kelas, kita butuh empat lagi lah,” kata Sindy.
Dia bercerita, sekolah ini awalnya dibangun pada tahun 2007. Sindy bersama beberapa orang rekannya yang memotorinya. Ide ini dimunculkan, karena banyaknya anak-anak yang tak bersekolah. Sebelum kelas jauh SDN 003 Desa Lubuk Kembang Bungo didirikan, hanya ada SDN induk yang jarak tempuhnya 4 jam dari Toro Jaya. Inilah yang membuat Sindy prihatin. Kalaupun ada sekolah yang bisa ditempuh selama 2 jam, itu pun sudah berada di Kabupaten Kuantan Singingi.
Ternyata ide tersebut disambut baik oleh masyarakat. Tokoh adat di dusun itu, menyumbangkan hartanya, untuk membangun sekolah, yang awalya didirikan hanya tiga kelas semi permanen. “Sekarang alhamdulillah sudah bertambah kelas kita,” kata dia.
Namun, jumlah kelas yang ada, masih belum mampu menampung semua siswa. Saat ini saja, ada sebanyak 408 siswa. Mulai dari kelas I hingga kelas VI. Wajar saja, penduduk di dusun ini sangat banyak. Belum lagi nanti siswa baru yang masuk di tahun ajaran berikutnya. “Saya rasa, belum semua anak di dusun ini yang sekolah. Masih banyak lagi yang tidak sekolah,” kata dia.
Untuk kelas I saja kata dia, ada sebanyak 65 siswa. Sehingga, jumlah ini tak bisa ditampung dalam satu rombongan belajar (rombel). Pihak sekolah harus membaginya menjadi dua rombel. Begitu juga dengan kelas II, III, V dan VI. Hanya kelas IV yang terdapat satu rombel. “Melihat kondisi ruangan kita, terpaksa kita bagi dua. Ada yang masuk pagi, ada yang masuk siang,” ujarnya.
Kondisi jalan tanah di dusun itu, kerap membuat siswa yang tinggalnya jauh, datang terlambat. Apalagi saat musim penghujan tiba. Jalan sulit dilalui. Kelas menjadi sepi. Sebagian siswa tidak datang karena kondisi yang memang tidak memungkinkan. Sindy memahami hal tersebut. “Kita pahami saja. Kalau ada yang terlambat, atau absen, tak bisa kita marahi mereka,” ujarnya.
Tapi jangan salah, sekolah ini telah melahirkan delapan angkatan alumni. Alumni pertama itu pada tahun 2008. “Sekarang alumni sini sudah ada yang kuliah,” ujarnya.
Dulu kata Sindy, sejak tahun 2008 hingga hingga tahun 2014, siswa harus melaksanakan ujian di sekolah induk, yang harus menempuh perjalanan selama empat jam dengan kendaraan. Ini menjadi kesulitan. Sebab, guru, siswa dan wali murid harus bertahan di sekolah itu selama ujian berlangsung.
Tapi sekarang, sekolah ini sudah dipercaya untuk melaksanakan ujian nasional sendiri. “Tiga tahun ini, sudah ujian di sini. Kepala sekolah meringankan kami,” sebutnya.
Meski berstatus kelas jauh dengan fasilitas yang serba terbatas, hasil ujian nasional siswanya, patut dibanggakan. Empat tahun terakhir, nilai siswa jauh lebih menonjol dibanding siswa yang ada di sekolah induk. “Kalau prestasi, Alhamdulillah. Empat tahun berturut-turut lebih unggul dari sekolah induk,” ujarnya.
Itu semua tak terlepas dari perjuangan para guru sekolah ini. Mereka betul-betul bertekad untuk menciptakan generasi yang berprestasi. Selain Sindy, ada delapan guru lainnya yang juga mengajar di sekolah itu. Dari semua guru, tak satu pun yang berstatus aparatur sipil negara (ASN).
Enam orang pengajar, berstatus honor daerah yang SK-nya dikeluarkan Dinas Pendidikan Pelalawan. Salah satunya Sindy. Tiga lagi, berstatus guru komite. Saat ditanya berapa gaji yang diterima per bulannya, Sindy tak mau berkomentar banyak.
“Ya, cukup lah. Tak besar-besar kali. Lagian di sini anak-anak kita juga,” ujar Sindy sambil tersenyum. Sedangkan guru komite, paling besar gajinya Rp1 juta. Itu untuk yang berstatus sarjana. Kalau yang masih mahasiswa, jasanya dibayar sebesar Rp800 ribu.
Latar belakang pendidikan pengajar di sekolah ini, juga tak sinkron. Misalnya Sindy yang merupakan sarjana sosial. “Ya, siapa lagi yang mau mengajar di sini. Sekarang untung ada,” ujar dia.
SMPN Kelas Jauh
Selain sekolah dasar, Dusun Toro Jaya juga memiliki SMP. Yaitu, kelas jauh SMPN 1 Ukui. Letaknya bersebelahan dengan kelas jauh SDN 003 Lubuk Kembang Bungo.
Sekolah ini terdiri dari lima ruangan belajar dan satu kantor guru. Tiga ruangan belajar di antaranya, terbuat dari bangunan semi permanen. Dindingnya terbuat dari papan, lantainya semen coran, dan bagian atasnya langsung berbatas atap seng.
“Ruangannya, ya itulah. Sempit. Jumlah murid kita banyak. Pustaka tak ada. Jangankan pustaka, ruang kelas saja kurang. Musala juga tidak ada, sehingga kami tidak bisa salat berjemaah,” tutur Sugiyanto, guru koordinator kelas jauh SMPN 1 Ukui.
Saat ini, ada sebanyak 160 siswa yang belajar di sekolah itu. Sama halnya dengan SDN 003 Lubuk Kembang Bungo, sekolah ini juga membagi rombel. Kelas VII dan VIII terbagi atas dua rombel. Sedangkan kelas IX, hanya satu rombel.
Rata-rata, siswa di sekolah ini mendaftar tak menggunakan kartu keluarga (KK). Sebab, orangtua siswa belum memilikinya. Padahal, KK menjadi syarat untuk penerimaan siswa baru. Tapi apa boleh buat, siswa harus mendapatkan pendidikan. “Kita terima semuanya. Tak yang kita saring, walaupun tak lengkap syaratnya,” ujar Sugiyanto.
Dia bercerita, sekolah ini awalnya dibangun pada tahun 2011 oleh seorang tokoh masyarakat sekitar, yang mereka sebut sebagai Datuk. Pembangunan lanjutan berasal dari swadaya masyarakat dan sumbangan orangtua murid. “Ini dari sumbangan wali murid dan warga lainnya,” kata dia.
Pertama kali berdiri, hanya terdapat tiga ruangan belajar yang semi permanen. Selajutnya, pada 2012 pembangunan dilanjutkan lagi menjadi lima ruangan belajar yang permanen. “Mudah-mudahan ruangan belajar siswa bisa bertambah lagi, supaya bisa menampung semua siswa,” kata dia.
Selain Sugiyanto, ada enam orang lagi yang seprofesi dengannya di sekolah tersebut. Dua orang guru komite, satu tenaga non pendidik, dan selebihnya honor dinas. Tidak ada PNS. “Kita di sini terapkan disiplin yang ketat. Selain pelajaran formal, karakter mereka juga kita bina,” ujar dia.
Perjuangan para pengajar ini, sudah mencetak tiga angkatan alumni. Para alumni ini, melanjutkan pendidikan SMA. Ada di SMAN 1 Ukui, ada juga di SMA luar Pelalawan, seperti di Kuansing. Tak disangka-sangka, berkat kegigihan untuk menuntut ilmu, para alumni mampu menorehkan prestasi di SMA tempat melanjutkan pendidikan.
“Rata-rata mendapat juara di SMA. Setidaknya lima besar lah. Kita sangat bangga dengan anak-anak ini,” ujar Sugiyanto. Serba keterbatasan fasilitas, dan meski berdiri di tanah larangan, tak menjadi penghalang untuk menggapai prestasi. “Kita doakan mereka semua sukses,” harapnya.
Putus Sekolah
RT 06, RW 01, berada jauh dari lokasi sekolah yang ada di Dusun Toro Jaya. Kalau menggunakan kendaraan, akan memakan waktu satu jam. Melewati jalan tanah yang terjal. Jalan berlubang, mendaki dan menuruni bukit. Berbahaya untuk dilewati kalau tak terbiasa.
Sehingga, kalau ada siswa yang hendak pergi ke sekolah, harus diantarkan oleh orangtuanya setiap hari. Pulang pun harus dijemput. Di satu sisi, orangtua harus bekerja untuk menafkahi keluarganya. Sehingga banyak yang lebih mementingkan kerja daripada mengantarkan anak ke sekolah.
Mendrofa misalnya. Pria 50 tahun ini, memilih untuk menghentikan anaknya untuk bersekolah. Kini, anaknya putus sekolah. Kadang anaknya berada di rumah, kadang diajaknya ke kebun untuk bekerja. “Anak saya empat, tidak sekolah lagi. Mereka sampai kelas tiga SD saja. Kalau lanjut sekolah, mungkin sudah SMP. Karena tidak sanggup lagi mengantarkan ke sekolahnya,” ujar Mendrofa.
Pilihan ini memang berat baginya. Sebelumnya dia sudah berusaha mengusulkan untuk membangun kelas jauh di RW itu. Namun tak kunjung terealisasi. “Kami mengajukan sekolah susah. Kami di sini serba swadaya. Punya beras rasa punya emas,” ujarnya.
Memang ada sekolah di RW itu. Namanya SDS K Tani dan PAUD Juliana. Sudah didirikan satu ruang kelas. Tapi belum bisa berjalan dengan maksimal. Sebab, tak ada tenaga pengajarnya.
Ketua RT 06, RW 01, Baharudin juga tak mengelak kalau warganya banyak yang putus sekolah. Di RT 06 ini saja, ada sebanyak 120 KK. Rata-rata setiap KK, memiki anak usia sekolah. Namun, dari hitungannya, ada sekitar 70 anak yang putus sekolah.
“Inilah yang menjadi persoalan bagi kita. Kelas jauh, letaknya juga jauh dari RT kami. Kalau bangun sendiri, ya kemampuan kami juga terbatas,” sebut pria yang akrab disapa Udin ini.
Udin berharap betul, kampung mereka disamakan dengan daerah-daerah lainnya. Setidaknya, fasilitas mendasar diadakan. Seperti sekolah, pelayanan kesehatan, dan fasilitas lainnya.
Tak Ada Internet
Internet menjadi salah satu media tempat belajar bagi para siswa di zaman serba modern saat ini. Tak hanya bagi siswa, internet sudah menjadi kebutuhan orang banyak. Tapi itu tak bisa untuk warga Dusun Toro Jaya. Di sini, jangankan untuk internet, sambungan telepon atau sekadar mengirim pesan singkat saja susah.
Ya, hampir seluruh wilayah dusun itu tak ada jaringan telekomunikasi. Namun ada beberapa lokasi yang bisa mendapatkan sinyal seluler. Salah satunya di Bukit Cinta. Berada di daratan tinggi, bukit ini cukup dekat dengan perkampungan warga. Mudah untuk mecapai lokasi tersebut.
Warga selalu mendatangi bukit ini di malam hari. Mereka sengaja datang ke sini, untuk mengecek apakah ada pesan masuk ke ponsel mereka. Atau jika ada keperluan penting untuk menghubungi kawan atau saudara mereka di luar dusun, mereka datang ke sini untuk menelepon.
Selasa (23/1) sore, terlihat beberapa warga sibuk dengan ponsel pintarnya. Sekitar lima orang. Rata-rata adalah remaja. Membuka browser, dan ada juga yang sedang membuka facebook. Mereka duduk beralaskan daun, di tanah bukit itu. Beteduh di bawah pohon sawit dan karet yang tumbuh rindang.
Di salah satu sudut bukit itu, juga terlihat salah seorang pria sedang sibuk menelepon. Dia tampak serius berbicara dengan orang dalam sambungan teleponnya. Barangkali, ada kabar penting yang dibicarakannya. Lama sambungan telepon itu digunakan. Dia puas-puaskan betul pembicaraannya selagi ada sinyal.
Jarak bukit itu, tak begitu jauh dari rumah Kepala Dusun Toro Jaya, Suryadi. Dia sering ke sini. Wajar saja, sebagai seorang pemimpin dusun, dia selalu berkomunikasi dengan atasanya kepala desa atau camat. Selasa malam itu, dia juga mendatangi bukit itu.
“Saya tinggal di sini sebentar. Saya mau menelepon orang desa,” kata Suryadi kepada Riau Pos yang saat itu berada di rumahnya. Beberapa saat setelah menelepon, Suryadi kembali ke rumah. “Beginilah di sini. Untuk menelepon saja, harus pergi ke bukit itu dulu supaya dapat sinyal,” ujarnya.
Saat ini katanya, warga sangat membutuhkan jaringan telekomunikasi. Dia berharap betul, adanya perusahaan telekomunikasi seluler yang mau mendirikan tower di dusun mereka. Sehingga, warga tak susah payah lagi untuk ke Bukit Cinta hanya untuk mencari sinyal.
Tak hanya jaringan telekomunikasi, sambungan listrik juga belum masuk ke dusun itu. Untuk penerangan, warga menggunakan genset sebagai pembangkit listrik. “Setiap rumah pakai genset. Tapi dipakai saat malam hari saja. Ini supaya hemat bahan bakar,” ujar Suryadi.(bersambung)
Laporan Tim Liputan Riau Pos: Saridal Maijar dan Monang Lubis
Wow, marvelous blog layout! How lengthy have you ever been running a
blog for? you made blogging look easy. The
total glance of your web site is great, as well as the content material!
You can see similar here dobry sklep
I was just searching for this information for a while After six hours of continuous Googleing, at last I got it in your website I wonder what is the lack of Google strategy that don’t rank this type of informative web sites in top of the list Generally the top websites are full of garbage
You must take part in a contest for one of the best blogs on the web I’ll recommend this web site!
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Wait, what? No! IPv4 absolutely was designed and intended to use globally routable addresses for everyone The reason we didn’t realize that intention is because we ran out of IP addresses
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good. https://accounts.binance.com/pt-PT/register?ref=DB40ITMB